Akutansi Biaya

Posted by Diposting oleh pemula

TARIF PAJAK
1. Tarif Tunggal yaitu tarif yang menggunakan satu macam tarif saja. Penggunaaan tarif satu tarif (tunggal) ini terbagi menjadi :
a. Tarif tetap adalah tarif pajak yang besarnya tetap dan tidak tergantung kepada nilai objek yang dikenakan pajak.
Contoh : besarnya tarif bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nominal beapapun adalah Rp. 1.000,00.
b. Tarif proposionil atau sebanding adalah tarif dengan menggunakan presentase tetap, sehingga jumlah pajak yang harus dibayar akan berubah sesuai dengan besarnya nilai objek yang dikenakan pajak.
Contoh :
- Untuk penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabeaan akan dikenakan pajak pertambahan Nilai sebesar 10%.
- Tarif pajak bumi dan Banguan adalah 0,5%.
2. Tarif tidak tunggal yaitu pajak yang menggunakan lebih dari satu macam tarif. Tarif tidak tunggal terbagi menjadi :
a. Tarif progresif : adalah tarif yang menggunakan presentase semakin besar untuk nilai objek yang jumlahnya makin besar.
• Tarif progresif progresif : kenaikan presentase semakin besar
• Tarif progresif tetap : kenaikan presentase tetap
• Tarif progresif degresif : kenaikan presentase semakin kecil
Contoh :
a. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri
Lapisan Penghasil Kena Pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp. 25.000.000,00 5%
Di atas Rp. 25.000.000,00 –Rp.50.000.000,00 10%
Di atas Rp.50.000.000,00- Rp.100.000.000,00 15%
Di atas Rp.100.000.000,00- Rp.200.000.000,00 20%
Di atas Rp.200.000.000,00 35%

b. Wajib pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Lapisan Penghasil Kena Pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000,00 10%
Di atas Rp.50.000.000,00- Rp.100.000.000,00 15%
Di atas Rp.100.000.000,00 30%

b. Tarif degresif : adalah tarif pajak yang besar presentasenya semakin menurun bila besar nilai objek yang harus dikenakan pajak semakin besar atau tinggi jumlahnya.
Contoh :
Jumlah Yang Kena Pajak Presentase Pemungutan
Rp.1.000.000,00 10%
Rp.2.000.000,00 9,5%
Rp.3.000.000,00 9%
Rp.4.000.000,00 8,5%
Rp.5.000.000,00 8%

TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK
Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak :
1. Ajaran formil Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiksus. Ajaran ini diterapkan pada Official Assessment System.
2. Ajaran materiil utang pajak timbul karena berlakunya Undang-Undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada Self Assessment System.
Hapusnya Utang Pajak Dapat Disebabkan Beberapa Hal : Pembayaran, kompensasi, kadaluwarsa, pembebasan dan penghapusan. HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokan menjadi :
1. Perlawanan Pasif, Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak yang dapat disebabkan antara lain :
• Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
• Sistem perpajak yang mungkin sulit dipahami masyarakat
• Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik
2. Perlawanan Aktif, perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain
• Tax Avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar Undang-undang
• Tax Evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar Undang-Undang (menggelapkan pajak).

AZAS DAN SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Azas Pemungutan Pajak
• Azas Sumber : azas yang menganut cara pemungutan pajak yang tergantung pada adanya sumber penghasilan di suatu negara.
• Azas Domisili : azas yang menganut cara pemungutan pajak yang tergantung pada tempat tinggal (domisili) wajib pajak di suatu negara.
• Azas Nasional : azas yang menganut cara pemungutan pajak yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu negara.
• Azas Falsafah Hukum : azas ini membicarakan masalah keadilan dalam pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara terhadap warga negaranya.
a. Teori Asuransi : pajak dianggap sama dengan suatu perjanjian asuransi, dimana negara memberikan perlindungan terhadap keselamatan dan keamanan jiwa dan harta benda rakyatnya dan pajak inilah yang dianggap sebagai preminya.
b. Teori Kepentingan : pembagian beban pajak harus dipungut dari penduduk seluruhnya, didasarkan atas kepentingan masing-masing orang dalam tugas-tugas pemerintah termasuk perlindungan jiwa orang-orang itu dan harta bendanya.
c. Teori Gaya Pikul : dasar keadilan pemungutan pajak terletak dalam jasa-jasa yang diberikan oleh negara kepada warganya yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Pajak harus sama beratnya untuk setiap orang, berat pajak yang dibayar seseorang kepada negara harus memperhatikan beban yang dipikulnya.
d. Teori Bakti/ Kewajiban Pajak Mutlak : orang-orang memenuhi kewajibannya dalam bentuk pembayaran pajak untuk membuktikan tanda baktinya kepada negara.
e. Teori Azas Daya Beli : yang menjadi dasar keadilan dari pemungutan pajak adalah penyelanggaraan kepentingan masyarakat bukan kepentingan individu atau negara.
• Azas Yuridis : hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan yang tegas bagi negara dan warganya.
• Azas Ekonomis : pajak sebagai dasar untuk mengatur atau alat untuk menentukan politik dan perekonomian.
• Azas Finansial : biaya-biaya untuk memungut pajak harus sekecil-kecilnya dibanding dengan perolehan (efisien) dan pengenaan pajak harus dilakukan pada saat yang terbaik bagi yang harus membayar yaitu sedekat-dekatnya dengan saat terjadi perbuatan atau keadaan yang menjadi dasar pengenaan pajak (Efektif).

Sistem Pemungutan Pajak
1. Official Assessment System : suatu sistem pemungutan pajak dimana aparat perpajakan menentukan sendiri (diluar wajib pajak) jumlah pajak terutang. Wajib pajak bersifat pasif.
2. Self Assessment System : suatu sistem pemungutan pajak dimana wajib pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan.

Withholding System : suatu sistem pemungutan pajak dimana perhitungan besarnya pajak yang tertuang oleh seorang WP dilakukan oleh pihak ketiga, yang ditujukan oleh menteri keuangan yaitu fiskus dan WP.

Dasar Pengenaan Pajak (Tarif Pajak) dan Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP) dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
Besarnya PTKP setahun yang belaku mulai tahun 2006 adalah:
1. Rp. 13.200.000,00 untuk diri wajib pajak orang pribadi
2. Rp. 1.200.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin
3. Rp. 13.200.000,00 tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami dengan syarat:
• Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam UU PPh pasal 21
• Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga yang lain
4. Rp. 1.200.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang).
Contoh :
John warga negara asing bekerja di Indonesia pada tanggal 1 Oktober 2005 dengan kontrak kerja selam 5 tahun. John mempunyai 3 anak PTKP John tahun 2006 adalah:
PTKP setahun
Untuk WP sendiri Rp. 13.200.000
Tambahan WP kawin Rp. 1.200.000
Tambahan WP 3 anak Rp. 3.600.000 +
Jumlah Rp. 18.000.000
PENGHASILAN KENA PAJAK
Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajak. Untuk wajib pajak dalam negeri dan BUT (badan usaha tetap) yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah penghasilan kena pajak. Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) , dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penghasilan Kena Pajak (WP Badan) = Penghasilan netto
Penghasilan Kena Pajak (WP Orang pribadi) = Penghasilan netto-PTKP
Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak
Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Menggunakan pembukuan
Penghasilan Kena Pajak (WP Orang pribadi)
= penghasilan netto-PTKP
= (penghasilan bruto-Biaya yang
diperkenankan UU PPh)-PTKP
Penghasilan Kena Pajak (WP Badan)
= penghasilan netto
= penghasilan bruto-Biaya yang
diperkenankan UU PPh
2. Menggunakan norma perhitungan
Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajaknya wajib pajak menggunakan norma penghitungan penghasilan netto, besarnya penghasilan netto adalah sama besarnya dengan besarnya (presentase) norma perhitungan penghasilan netto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto pekerjaan bebas setahun.
Pedoman untuk menentukan penghasilan netto dibuat dan disempurnakan terus menerus serta diterbitkan oleh Direktur jenderal Pajak berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh Menteri keuangan.
Wajib pajak yang boleh menggunakan norma perhitungan adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Peredaran bruto kurang dari Rp. 600.000.000,00 per tahun
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun buku
3. Menyelenggarakan pencatatan
Contoh:
Wajib pajak anto kawin (istri tidak bekerja) dan mempunyai 3 orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon. Misalnya besarnya presentase norma untuk industri rotan di Cirebon 12,5 % dan dokter di Jakarta 42,5 %
Peredaran usaha industri rotan di cirebon setahun Rp.400.000.000,00
Penerimaan bruto seorang dokter di jakarta setahun Rp.100.000.000,00
Jawaban: Penghasilan netto dihitung sebagai berikut:
Dari industri rotan 12,5% X Rp.400.000.000,0 = Rp. 50.000.000,00
Sebagai seorang dokter 40% X Rp.100.000.000,00 = Rp. 42.500.000,00
Jumlah penghasilan netto Rp. 92.500.000,00
Penghasilan tidak kena pajak =
Rp. 16.800.000,00
Penghasilan kena pajak = Rp. 75.700.000,00


TARIF PAJAK
Sesuai dengan pasal 17 UU PPh, besarnya tarif pajak penghasilan adalah sebagai berikut :
1. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri

Lapisan Penghasil Kena Pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp. 25.000.000,00 5%
Di atas Rp. 25.000.000,00 –Rp.50.000.000,00 10%
Di atas Rp.50.000.000,00- Rp.100.000.000,00 15%
Di atas Rp.100.000.000,00- Rp.200.000.000,00 20%
Di atas Rp.200.000.000,00 35%




















2. Wajib pajak badan dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Lapisan Penghasil Kena Pajak Tarif pajak
Sampai dengan Rp.50.000.000,00 10%
Di atas Rp.50.000.000,00- Rp.100.000.000,00 15%
Di atas Rp.100.000.000,00 30%














CARA MENGHITUNG PAJAK
Pajak Penghasilan (Wajib pajak badan)
=penghasilan kena pajak X tarif pasal 17
=penghasilan netto X tarif pasal 17
=(penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) X tarif pasal 17
Pajak Penghasilan (WP Orang Pribadi)
=penghasilan kena pajak X tarif pasal 17
=(penghasilan netto-PTKP) X tarif pasal 17
=((penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) - PTKP) X tarif pasal 17


CONTOH SOAL

1. PT. Cahaya sepanjang tahun 2005 mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp. 154.168.900,00. Hitung besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar terutang oleh PT. Cahaya?
2. Gunawan pada tahun 2005 mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp. 54.168.975,00. Hitung besarnya penghasilan yang harus dibayar atau terutang oleh gunawan?


JAWAB
1. PT. Cahaya sepanjang tahun 2005 mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp. 154.168.900,00. Besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar terutang oleh PT. Cahaya adalah :
Penghasilan Kena Pajak
(Dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh)
Pajak penghasilan yang harus dibayar
10% X Rp. 50.000.000,00 Rp. 5.000.000,00
15% X Rp. 50.000.000,00 Rp. 7.500.000,00
30%X Rp. 54.168.000,00 Rp.16.250.400,00+
Jumlah Rp. 28.750.000,00
2. Gunawan pada tahun 2005 mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp. 54.168.975,00. Besarnya penghasilan yang harus dibaya atau terutang oleh gunawan adalah :
Penghasilan Kena Pajak
(Dibulatkan ke bawah hingga ribuan penuh)
Pajak penghasilan yang harus dibayar
5% X Rp. 25.000.000,00 Rp. 1.250.000,00
10% X Rp. 25.000.000,00 Rp. 2.500.000,00
15%X Rp. 4.168.000,00 Rp. 625.200,00+
Jumlah Rp. 4.375.200,00

suka dengan artikel ini? klik disini

0 komentar

Posting Komentar